Sunan Ngudung (lahir: ? - wafat: 1524) adalah Imam Masjid Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Naskah-naskah babad mengisahkan ia gugur dalam perang melawan Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan Serat Walisana diketahui nama asli Sunan Ngudung adalah Syekh Sabil.
Sedangkan, Serat Panengen menjelaskan dengan detail bahwa Sunan Ngudung putra Kholifah Husein menikah dengan Nyai Ageng Manyuran. Dari pernikahan tersebut lahirlah Sunan Kudus.
Sunan Ngudung diangkat sebagai Imam Masjid Demak menggantikan Sunan Bonang sekitar tahun 1520 M.
Riwayat
Radèn Patah di Palembang sudah dewasa, atas keinginn Arya Damar, Raden Patah agar menggantikan kedudukan ayahnya di Palembang. Namun Raden Patah sangat pamopon, menolak. Selanjutnya pergi dikala malam hari tanpa pengawal.
Radèn Kusèn, adiknya Raden Patah masih tunggal ibu lain rama, kemudian menysul kakaknya akirnya bertemu di tengah perjalanan. Keduanya kemudian mengikuti perjalanan Syekh Sabil dari Malaka yang hendak pergi ke Pulau Jawa, ingin mengabdi kepada Sang Prabu Brawijaya Majapahit.
Ketiga orang bersar itu bersama-sama berjalan, Tiyang agêng têtiga lajêng sami lumampah, mendapat anugrah Pangeran bertemu mengikuti kapal berlayar mengarungi lautan. sudah sampai di pesisir Surabaya, kemudian bersamasama menuju ke Ampel Gading. Raden Patah ingin berguru kepada Susuhunan Katib di Ampel Denta, adapun Raden Kusen bersama dengan Syekh Sabil melanjutkan perjalanan menuju ke Majapahit. Radèn Patah sudah diterima menjadi murid Susuhunan Katib Ampel Denta, Raden Kusen bersama Syekh Sabil sudah datang di Negara Majapahit, kedatangan mereka berdua sudah diketahui Sri Narendra.
Sri Narendra sudah mau menerima pasowanan Raden Kusen dengan Syekh Sabil, Raden Kusen diganjar menduduki Praja Terung dengan nama Adipati Pecatanda, adapun Syekh Sabil diperintahkan untuk meminta tempat kepada Ampel Denta. Kemudian berangkat, sampailah di Ampel Denta bertemu dengan Susuhunan Katib, selanjutnya dinobatkan menjadi Imam di Ngudung, akhirnya bernama Susuhunan Ngudung.
Kisah Kematian
Menurut prasasti Trailokyapuri diketahui bahwa Majapahit runtuh bukan akibat serangan Kerajaan Demak melainkan karena perang saudara melawan keluarga Girindrawardhana.
Naskah Pararaton menyebut nama Bhre Kertabhumi sebagai raja terakhir Majapahit yang dikalahkan oleh Girindrawardhana yang kemudian Bhre Kertabhumi menyelamatkan diri ke Gunung Lawu.
Setelah peristiwa kudeta tersebut, Pada tahun 1478 M Raden Fatah mulai mengirimkan tentara untuk menyerang Girindrawardhana di Majapahit.
Namun dalam penyerangan Raden Fatah mengalami kekalahan. Setelah kekalahan ini Para Dewan Wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan Masjid Demak.
Menurut Naskah Babad Demak atau Babad Majapahit lan Para Wali perang antara Demak dan Majapahit ini terjadi 3 kali pada tahun 1478, 1518, dan 1524.
Sunan Ngudung diangkat sebagai panglima perang untuk menghadapi tentara Majapahit yang dipimpin oleh Raden Kusen, adik tiri Raden Patah sendiri yang menjabat sebagai adipati Terung (dekat Krian, Sidoarjo). Raden Kusen merupakan seorang muslim namun tetap setia terhadap Majapahit.
Dalam perang tersebut Sunan Ngudung memakai baju perang bernama Kyai Antakusuma. Baju pusaka itu diperoleh Sunan Kalijaga
Sunan Ngudung dalam pertempuran itu gugur sebagai syahid. Jabatan Sunan Ngudung sebagai panglima perang kemudian digantikan oleh Sunan Kudus. Di bawah kepemimpinannya pihak Demak berhasil mengalahkan Majapahit.
Naskah Hikayat Hasanuddin menyebutkan pada tahun 1524 imam Masjid Demak yang bernama Pangeran Rahmatullah tewas ketika memimpin perang melawan Majapahit. Tokoh ini kemungkinan besar identik dengan Sunan Ngudung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kematian Sunan Ngudung terjadi pada tahun 1524, bukan 1478 sebagaimana yang tertulis dalam naskah babad.
Pemakaman
Kompleks pemakaman belakang Masjid Agung Demak
Terletak Di sekitar makam Sultan Demak.
Verifikasi
- Hasil Itsbat Nasab dari Maroko
- Resmi dari NAAT
Referensi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Sajarah Dalem Pangiwa lan Panengen, Karya Ki Padmasusastra. Penerbit : Yayasan Sastra Lestari. Semarang-Surabaya: G.C.T van Dorep & Co 1902.
- Serat Walisana (Babad Para Wali), Karya Sunan Dalem. Diterjemahkan oleh Ki Tarka Sutarahardja. Penyadur R. Tanojo. Editor Naqobah Ansab Awliya’ Tis’ah (NAAT). Cetakan Pertama 2020. ISBN : 978-623-7817-04-8. Penerbit : Yudharta Press Pasuruan 2020.
Pranala luar
- Sejarah Sunan Kudus dan Sunan Ngudung Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine.
Komentar
Posting Komentar