Langsung ke konten utama

Artikel Terbaru

Sunan Ngudung

Sunan Ngudung  (lahir: ? - wafat:  1524 ) adalah  Imam   Masjid Demak  pada masa pemerintahan  Sultan Trenggana . Naskah-naskah babad mengisahkan ia gugur dalam perang melawan  Kerajaan Majapahit . As-Syekh Syarif Sabil Gelar Sunan Ngudung Nasab bin Khalifah Husein Nisbah Al - Qadiri Meninggal 1524 M Kesultanan Demak Dimakamkan di Bintoro, Demak, Demak Kebangsaan Kesultanan Demak Jabatan ~ Imam  Masjid Demak  (1521 - 1524) ~ Panglima Perang  Demak Firkah Sunni Murid dari Khalifah Husein ,  Guru-gurunya sembunyi Mempengaruhi Sunan Kudus ,  Sunan Muria ,  Dan Murid-murid Lainnya Istri Nyai Ageng Manyuran Keturunan sembunyi Pernikahan dengan Nyai Ageng Manyuran : -  Sunan Kudus - Dewi Sujinah (Istri  Sunan Muria ) Orang tua Khalifah Husein  (ayah) Nyai Gede Tondo (ibu) Berdasarkan Serat Walisana diketahui nama asli Sunan Ngudung adalah Syekh Sabil. Sedangkan, Serat Panengen menjelaskan dengan detail b...

Syarif Ya'qub

Syarif Ya'qub atau Syech Wali Lanang, seorang mubaligh Islam dari Malaka, yang menikah dengan Dewi Sekardadu atau Dewi Sabodi, putri Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit.

As-Syekh Syarif Ya'qub
Gelar~ Maulana Ishaq Lamongan
~ Syekh Wali lanang
Nasabbin Maulana Ishaq
NisbahAl Qadiri
LahirMaulana Ya'qub
Dimakamkan diKemantren, Paciran, Lamongan
FirkahSunni
Murid dariMaulana IshaqDan Guru-guru lainnya
Mempengaruhi
Istri
Keturunan
Orang tuaMaulana Ishaq (ayah) Sayyidah Zainab (Ibu)

Setelah kelahiran Sunan Giri, Syarif Ya'qub diusir oleh mertuanya karena termakan hasutan patihnya. akhirnya sunan giri hanya tinggal dengan ibunya.[1]

Riwayat

sunting

Dalam Serat Walisana yg ditulis oleh Sunan Dalem. Dikisahkan kedatangan 2 pemuda bersaudara dari Malaka ke tanah Jawa hendak menemui Kanjeng Sunan Ampel. 

Mereka adalah Syekh Ishaq Tamsyi dan Syekh Ya'qub sama-sama putra dari Syekh Maulana Ishaq. Setibanya di Ampel, pemuda itu disambut dengan baik oleh Sunan Ampel karena masih terhitung sepupunya sendiri. Kanjeng Sunan Ampel mengajarkan kepada keduanya tentang ilmu agama dan cara berdakwah yang baik.

Sang Kakak Syekh Ishaq Tamsyi lebih unggul dalam ilmu politik pemerintahan dan perang, sedangkan Sang Adik Syekh Ya'qub lebih unggul dalam ilmu pengobatan. Lama-lama Keduanya ingin sowan ke Majapahit untuk mengabdi, setelah tiba di Keraton Sang Prabu Brawijaya senang sekali dengan keduanya. Bahkan Sang Prabu Brawijaya mengangkat Syekh Ishaq Tamsyi sebagai anak angkatnya dan diberi gelar Sutamaharaja yang artinya Anak Angkatnya Sang Maharaja.

Namun, karena Sang Prabu Brawijaya masih berbeda agama membuat kedua bersaudara itu tidak betah tinggal di Majapahit dan ingin kembali ke Pondok Sunan Ampel. Sang Prabu Brawijaya mengizinkan keduanya untuk kembali dan memberikan banyak perbekalan untuk ke Ampel. Setibanya di Ampel, Kanjeng Sunan melihat keduanya sudah pantas jika diutus untuk berdakwah menyebarkan agama Islam karena ilmu dan pengalamannya sudah mapan.

Maka, Kanjeng Sunan Ampel mengutus Syekh Ishaq Tamsyi ke Demak untuk menjadi Imam disana dan mengutus Syekh Ya'qub ke Blambangan. Maka berpisahlah keduanya Sang Kakak ke Barat dan Sang Adik ke Timur. 

Setibanya Syekh Ya'qub di Blambangan, kala itu terdengar kabar bahwa Sang Putri Raja Blambangan sedang sakit kista dan gatal-gatal. Nama putri Raja Blambangan adalah Retna Sabodi. 

Maka, diadakanlah sayembara barang siapa yg bisa menyembuhkan putri raja jika laki-laki akan diambil menantu dan jika perempuan akan dijadikan saudara. Namun, tidak ada satupun Tabib yang bisa menyembuhkan Putri Ratna Sabodi. 

Sang Patih Bajul Sengara mendengar kabar bahwa ada seorang ulama yang suka bertapa di daerah Blambangan. Maka datanglah Patih Bajul Sengara menemui Syekh Ya'qub dan meminta agar mengobati Sang Putri. Akhirnya Syekh Ya'qub berkenan untuk mencoba mengikuti sayembara dengan syarat diberikan izin berdakwah kepada penduduk Blambangan. Patih Bajul Sengara menyetujui hal tersebut.

Setibanya di Keraton, Syekh Ya'qub menemui Sang Raja dan menyatakan siap untuk mengobati Putrinya. Maka dengan izin Allah berkat doa dari Syekh Ya'qub Sang Putri sembuh total dari sakit yang dideritanya dan kulitnya jauh lebih putih dari sebelumnya. 

Maka, dinikahkanlah Syekh Ya'qub dengan Retna Sabodi putri Raja Blambangan. Setelah itu Syekh Ya'qub diberi gelar Pangeran Wali Lanang dan Putri Retna Sabodi diberi gelar Dewi Sekardadu. Saat sudah banyak masyarakat Blambangan yang masuk agama islam, kini tiba waktunya bagi Syekh Ya'qub untuk mengajak mertuanya untuk mengucapkan kalimat syahadat. 

Namun, karena hasutan dari Patihnya yang ternyata juga menyukai putri Sekardadu. Sang Raja pun sangat marah dan merasa terhina akhirnya memerintahkan pasukannya untuk mengusir Syekh Ya'qub. 

Syekh Ya'qub pun berpamitan kepada istrinya yang kala itu sedang hamil. Retna Sabodi mengikhlaskan kepergian suaminya karena kondisi di Keraton Blambangan sudah tidak aman. Syekh Ya'qub berpesan jika anak ini lahir kelak berilah nama Muhammad Ainul Yaqin. Syekh Ya'qub pergi meninggalkan Blambangan.

Maka sampailah Syekh Ya'qub di Pondok Kanjeng Sunan Ampel dan menceritakan tentang kehidupannya. Sunan Ampel bersedih mendengar kabar itu dan berdoa agar kelak putranya Syekh Ya'qub bisa sampai di Ampel. 

Kemudian Sunan Ampel mengutus Syekh Ya'qub untuk berdakwah di daerah Patukangan. Ternyata hal itu tidak membuat Syekh Ya'qub tenang karena pasukan Blambangan yang mengejarnya juga tiba di Patukangan. Maka Syekh Ya'qub berpindah tempat dakwah ke daerah Paciran hingga akhir wafatnya disana.

Sementara itu Sang Retna Sabodhi di Blambangan melahirkan putra, sedangkan ibunya meninggal dunia. Jabang bayi dihanyutkan ke lautan kemudian diambil oleh Nyai Ageng Samboja Gresik, dibawa ke Tandes serta diberi nama Jaka Samudera.

Pemakaman

sunting

Foto Cungkup Makam Syarif Ya'qub
       
Setelah wafat, Beliau dimakamkan di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur.

       Hingga saat ini makamnya, selalu dikunjungi para peziarah. Terutama setiap malam Jumat Pon, masyarakat setempat banyak yang berdatangan untuk mengunjungi istighosah rutin.

       Selain itu, Haul Syarif Ya'qub juga diadakan setiap tanggal 10 Muharram.

            Foto makam Syarif Ya'qub 

Tulisan yang tertera di depan Pintu Masuk Makam

Kolam air yang berada di sekitar makam


Verifikasi

sunting
  • Hasil Itsbat Nasab dari Maroko
  • Resmi dari NAAT

Kutipan

sunting
  1. ^ Abdussalam Assyaibani, Muhsin (24 Mei 2023). "SILSILAH SUNAN GIRI DAN ANAK ANAKNYA"KELUARGA BESAR BANI BATOKOLONG. Diakses tanggal 23 Desember 2024.

Referensi

sunting
  • Wahyudi, A, Khalid, A. Kisah Wali Songo Para Penyebar Agama Islam Di Tanah Jawa. Surabaya : Karya Ilmu.
  • Sajarah Dalem Pangiwa lan Panengen, Karya Ki Padmasusastra. Penerbit : Yayasan Sastra Lestari. Semarang-Surabaya: G.C.T van Dorep & Co 1902.
  • Serat Walisana (Babad Para Wali), Karya Sunan Dalem. Diterjemahkan oleh Ki Tarka Sutarahardja. Penyadur R. Tanojo. Editor Naqobah Ansab Awliya’ Tis’ah (NAAT). Cetakan Pertama 2020. ISBN : 978-623-7817-04-8. Penerbit : Yudharta Press Pasuruan 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerajaan Keling

Kerajaan Keling ( Ho - Ling ) ( 594 - 789 ) Peta perkiraan wilayah kekuasaan Kerajaan Keling Ibukota - Keling - Kalingga - Pragawati dan Warugasik - Kanjuruhan Bahasa Kawi, Melayu Kuno, dan Sanskerta Agama Islam, Hindu, Buddha, Animisme Bentuk Pemerintahan Kerajaan Raja-raja Keling - 594 - 605, Wasumurti - 605  -  632 ,  Wasugeni - 632 - 652, Wasudewa - 632 - 648, Kirathasingha - 648 - 674, Kartikeyasingha - 674 - 695, Ratu Shima - 695 - 709, Ratu Parwati   - 695 - 742, Radiyah Narayana - 742 - 760, Dewasingha - 760 - 789, Gajayana Peristiwa Penting - 594, Pendirian Keling oleh Prabu Wasumurti. - 632, terjadi dualisme pemerintahan, Wasudewa di Istana Keling dan Kirathasingha di Istana Kalingga. - 695, kembali terjadi dualisme pemerintahan, Ratu Parwati di Istana Pragawati dan Radiyah Narayana di Istana Warugasik. - 739, Perundingan Galuh II, menyepakati bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi 4 Kekuasaan yaitu : Sunda, Galuh, Medang, dan Keling. - 760, Pemindah...

Kerajaan Taruma (358-669)

Kerajaan Taruma ( To - Lo - Mo ) ( 358 - 669 ) Peta Wilayah Kerajaan Taruma Ibukota - Jayasinghapura (358 - 395) - Sundapura (395 - 669) Bahasa Sunda Kuno, Sanskerta Agama Hindhu, Buddha, Sunda Wiwitan Bentuk Pemerintahan Kerajaan Raja-raja Taruma -  358 - 382 ,  Jayasingawarman -  382 - 395,  Dharmayawarman -  395 - 434 ,  Purnawarman -  434 - 455 ,  Wisnuwarman -  455 - 515 ,  Indrawarman -  515 - 535 ,  Candrawarman -  535 - 561 ,  Suryawarman -  561 - 628 ,  Kertawarman -  628 - 639 ,  Sudhawarman -  639-640 ,  Hariwangsawarman -  640 - 666 ,  Nagajayawarman -  666 - 669 ,  Linggawarman Peristiwa Penting - 358 M, Didirikan oleh prabu Jayasinghawarman - 395 M, Ibukota kerajaan di pindahkan ke Sundapura oleh prabu Purnawarman. - 436 M,...

Sunan Mertayasa

Syekh Khalifah Husein   atau   Sunan Mertayasa   Merupakan Ulama penyebar agama Islam di   Madura   dan sekitarnya. Beliau adalah putra dari   Maulana Ishaq   dengan Siti Zainab binti   Syekh Jumadil Qubro . As-Syekh Syarif Khalifah Husein Gelar Sunan Mertayasa Nasab bin Maulana Ishaq Nisbah Al Qadiri Lahir Khalifah Husein Dimakamkan di Martajasah, Bangkalan, Bangkalan Kebangsaan Majapahit Firkah Sunni Murid dari Maulana Ishaq ,  Sunan Ampel   Dan Guru-guru lainnya sembunyi Mempengaruhi Sunan Ngudung ,  Dan Murid-murid Lainnya Istri -  Nyai Gede Tondo -  Nyai Ageng Manyuro  binti  Sunan Ampel Keturunan Syarif Sabil Kholifah Suhuroh Orang tua Maulana Ishaq  (ayah)  Sayyidah Zainab  (Ibu) Menurut Serat Walisana Khalifah Husein adalah ayah dari Syekh Sabil. Sedangkan, Serat Panengen menjelaskan secara detail bahwa Khalifah Husein menikah dengan Nyi Ageng Manyuro. NYI Ageng Manyuro menikah 2 kali, pert...