Kerajaan Keling ( Ho - Ling ) ( 594 - 789 ) | |
---|---|
Ibukota | - Keling - Kalingga - Pragawati dan Warugasik - Kanjuruhan |
Bahasa | Kawi, Melayu Kuno, dan Sanskerta |
Agama | Islam, Hindu, Buddha, Animisme |
Bentuk Pemerintahan | Kerajaan |
Raja-raja Keling | - 594 - 605, Wasumurti - 605 - 632, Wasugeni - 632 - 652, Wasudewa - 632 - 648, Kirathasingha - 648 - 674, Kartikeyasingha - 674 - 695, Ratu Shima - 695 - 709, Ratu Parwati - 695 - 742, Radiyah Narayana - 742 - 760, Dewasingha - 760 - 789, Gajayana |
Peristiwa Penting | - 594, Pendirian Keling oleh Prabu Wasumurti. - 632, terjadi dualisme pemerintahan, Wasudewa di Istana Keling dan Kirathasingha di Istana Kalingga. - 695, kembali terjadi dualisme pemerintahan, Ratu Parwati di Istana Pragawati dan Radiyah Narayana di Istana Warugasik. - 739, Perundingan Galuh II, menyepakati bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi 4 Kekuasaan yaitu : Sunda, Galuh, Medang, dan Keling. - 760, Pemindahan Ibukota ke Kanjuruhan oleh Prabu Gajayana. - 789, Integrasi ke dalam Kerajaan Medang. |
Letak Geografis | - Di sebelah utara ada Laut Jawa, - Di sebelah barat ada Kerajaan Taruma, - Di sebelah selatan ada Samudera Hindia, - Di sebelah timur ada pulau Bali. |
Hasil Bumi | Kulit Penyu, Emas, Perak, Cula Badak dan Gading Gajah. |
Mata Uang | Masa dan Tahil (koin emas dan perak lokal) |
Di Dahului Oleh | Di Gantikan Oleh |
belum diketahui | Kerajaan Medang |
Raja-Raja Keling
1. Wasumurti (594-605)
Beliau memiliki dua anak, yaitu : Wasugeni dan Dewi Wasundari, bersuami Kirathasingha.
2. Wasugeni (605-632)
Beliau menikah dengan Dewi Paramita, putri raja Dinasti Pallawa dari istri yang kedua.
Dari pernikahan mereka dikaruniai dua anak, yaitu : Wasudewa dan Dewi Sima atau Wasuwari, bersuami Kartikeyasingha.
3. Wasudewa (632-652)
3. Kirathasingha (632-648)
Bergelar Prabhu Kirathasingha. Beliau pernah mengirimkan Utusan ke Cina, pada tahun 632 M dan 640 M.
Dalam catatan I-Tsing dikisahkan bahwa pada tahun 644 M, ada seorang pendeta Budha bernama Hwining yang ditemani oleh pembantunya bernama Yunki berkunjung ke Kerajaan Keling untuk menerjemahkan kitab suci agama Budha ke dalam bahasa Cina.
Proses penerjemahan ini dibantu oleh pendeta dari Kerajaan Keling yang bernama Janabadra. Kitab terjemahan yang dibuat oleh Hwining tersebut merupakan bagian terakhir dari Kitab Varinirvana yang mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang Buddha.
4. Kartikeyasingha (648-674)
Bergelar Prabhu Kartikeyasingha sang mokteng Mahamerwacala. Beliau telah dua kali mengirimkan Utusan ke Cina, pertama pada tahun 648 M, dan kedua pada tahun 666 M. Diketahui, Beliau wafat di Gunung Mahameru.
Dari pernikahan Prabu Kartikeyasingha dengan Dewi Sima, dikaruniai satu Putri dan satu Putra. yaitu :
* Dewi Parwati, diperisteri oleh raja Jalantara dari Galuh,
* Radiyah Narayana, menjadi menantu raja Jayasinghanegara dari Keling.
5. Maharani Sima (674-695)
Bergelar Sri Maharani Mahisa Suramardini Satyaputikeswara. Beliau adalah Ratu yang terkenal dari kerajaan Keling.
Pada masa pemerintahannya, Hukum dan Keadilan diterapkan secara disiplin. Hal tersebut berlaku bagi seluruh warga negara Keling yang melanggar aturan akan diberikan sanksi tegas.
Suatu saat seorang saudagar Arab berkeinginan untuk membuktikan ketaatan rakyat Keling terhadap hukum yang diterapkan.
Ia meletakkan pundi-pundi uang di jalanan pusat kota. Ternyata tak ada seorangpun yang berani menyentuh atau pun mengambilnya.
Hingga suatu hari secara tidak sengaja kaki Putra Mahkota menyentuh pundi-pundi itu. Maka Ratu Sima memerintahkan agar anaknya di potong kakinya sebagai hukuman.
Karena hukuman itu dirasa terlalu berat, para penasehat Ratu memohon agar hukuman diperingan, namun Ratu tetap teguh dengan pendiriannya.
Setelah didesak, Ratu Sima memutuskan untuk memperingan hukumannya. Kaki putra mahkota tidak jadi dipotong tetapi hanya jari-jari kakinya saja.
Setelah Ratu Sima wafat pada tahun 695 M, kerajaan Keling dibagi menjadi dua wilayah, antara lain :
- Kerajaan Keling Utara, diserahkan kepada Dewi Parwati. Sedangkan,
- Kerajaan Keling Selatan diserahkan kepada Radiyah Narayana.
Kerajaan Keling Utara
6. Dewi Parwati (695-709)
Bergelar Sri Maharani Dewi Parwati Tunggalpratiwi. Ia menikah dengan Prabu Jalantara dari Galuh.
Dari pernikahan mereka, lahirlah seorang putri bernama Dewi Sannaha. Kemudian, Dewi Sannaha menikah dengan Sanna.
Kerajaan Keling Selatan
6. Radiyah Narayana (695-742)
Bergelar Rakryan Narayana Prabhu Iswarakesawalingga Jagatnata Bhuwanatala.
Setelah Prabu Narayana wafat, Beliau digantikan oleh putranya yaitu Sang Prabu Dewasingha.
7. Dewasingha (742-760)
Bergelar Rakryan Dewasingha Prabhu Iswaralingga Jagatnata.
Beliau memiliki dua anak, yaitu : Gajayana dan Dewi Sudiwara yang menjadi istri Sanjaya.
8. Gajayana (760-789)
Bergelar Prabu Gajayanalingga Jagatnata. Beliau menikah dengan Dewi Setrawati putri dari daerah Kanjuruhan.
Dari pernikahan itu lahirlah Dewi Satyadarmika yang menjadi istri Rakai Panangkaran Dyah Pancapana.
Hubungan Diplomatik
Dengan Kerajaan Sunda
Hubungan kedua negara tersebut didasari oleh ikatan pernikahan antara Sanjaya dengan Dewi Tejakencana (Cucu Tarusbawa) yang melahirkan putra Mahkota bernama Tamperan Barmawijaya.
Dengan Kerajaan Galuh
Hubungan kedua negara tersebut didasari oleh 2 ikatan pernikahan, antara lain :
- Parwati menikah dengan Suraghana yang melahirkan putri bernama Sannaha.
- Sannaha menikah dengan Sanna yang melahirkan putra Mahkota bernama Sanjaya.
Dengan Kerajaan Medang
Hubungan kedua negara tersebut didasari oleh 2 ikatan pernikahan, antara lain :
- Dewi Sudiwara menikah dengan Sanjaya yang melahirkan putra Mahkota bernama Dyah Pancapana.
- Dewi Satyadarmika menikah dengan Dyah Pancapana yang melahirkan putra Mahkota bernama Rakai Panunggalan.
Dengan Kalingga (India)
Hubungan kedua negara tersebut didasari oleh 2 ikatan pernikahan, antara lain :
- Kirathasingha adalah Putra Mahkota kerajaan Kalingga di India, menikah dengan Dewi Wasundari yang melahirkan putra Mahkota bernama Kertikeyasingha.
- Kertikeyasingha menikah dengan Dewaniloka yang melahirkan putra Mahkota bernama Bhuswara.[2]
Dengan Kekaisaran Tiongkok
Hubungan kedua negara tersebut didasari oleh beberapa hal diantaranya :
- Adanya kunjungan I-Tshing ke Keling.
- Adanya catatan dari zaman Dinasti Tang yang mencatat keberadaan Kerajaan Keling di tanah Jawa.
- Adanya Pendeta Tionghoa bernama Hwining bekerjasama dengan Pendeta Jawa bernama Jnanabadra untuk menerjemahkan Kitab Agama Budha Ke dalam bahasa Tionghoa.
Dengan Kekhalifahan Bani Umayyah
Berdasarkan dokumentasi surat menyurat milik Kekhalifahan Bani Umayyah yang disimpan di Museum Granada, Spanyol, diketahui jika Khalifah Utsman bin Affan ketika itu sempat mengutus armada lautnya yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan untuk melakukan ekspedisi mengenalkan Islam ke daratan China, termasuk ke Nusantara.
"...Besar kemungkinan bahwa penyelidikan ke Tanah Jawa ini amat rapat persangkutannya dengan usaha beliau mendirikan armada Islam. Sebab, beliaulah yang mula-mula mendirikan armada angkatan laut dalam kekhalifahan Islam. Mungkin sekali bahwa setelah utusan itu atau mata-mata menyelidiki sendiri ke Tanah Jawa dan menguji informasi tentang keteguhan hati Ratu Simo. baginda hendak mengirim utusan memasuki pulau-pulau Melayu (Nusantara)," tulis Buya Hamka, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Umat Islam.
Lalu armada laut yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan ini sempat singgah di Pantai Utara Jawa yang ketika itu berada dalam wilayah Kerajaan Keling.
Muawiyah bin Abu Sufyan yang dikemudian hari menjadi Khalifah Islam (pendiri Bani Umayyah) ini sebelumnya mendengar kabar ada Kerajaan Hindu di seberang lautan yang diperintah oleh seorang raja wanita yang bijaksana. Namun walau bercorak Hindu, Agama Buddha juga berkembang secara harmonis di tanah Keling pada saat dipimpin Ratu Shima.
Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya sangat luar biasa, amat dicintai rakyat jelata hingga lingkaran para elit kekuasaan. Bahkan konon tak ada satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadapan muka dengannya, apalagi menantang.
Hal itu disebabkan oleh kharisma dari sang ratu sendiri yang luar biasa, sehingga siapapun amat segan kepadanya. Kabar mengenai kebijakan dan kejujuran Ratu Shima ini diperoleh dari para pedagang Arab yang telah sampai ke Kerajaan Keling.[1]
hi makasih refresinnya
BalasHapusIya, sama" semoga bermanfaat
HapusBagusss��
BalasHapusmakasiiih banyak membantu sekali..
BalasHapus