Langsung ke konten utama

Artikel Terbaru

Sunan Ngudung

Sunan Ngudung  (lahir: ? - wafat:  1524 ) adalah  Imam   Masjid Demak  pada masa pemerintahan  Sultan Trenggana . Naskah-naskah babad mengisahkan ia gugur dalam perang melawan  Kerajaan Majapahit . As-Syekh Syarif Sabil Gelar Sunan Ngudung Nasab bin Khalifah Husein Nisbah Al - Qadiri Meninggal 1524 M Kesultanan Demak Dimakamkan di Bintoro, Demak, Demak Kebangsaan Kesultanan Demak Jabatan ~ Imam  Masjid Demak  (1521 - 1524) ~ Panglima Perang  Demak Firkah Sunni Murid dari Khalifah Husein ,  Guru-gurunya sembunyi Mempengaruhi Sunan Kudus ,  Sunan Muria ,  Dan Murid-murid Lainnya Istri Nyai Ageng Manyuran Keturunan sembunyi Pernikahan dengan Nyai Ageng Manyuran : -  Sunan Kudus - Dewi Sujinah (Istri  Sunan Muria ) Orang tua Khalifah Husein  (ayah) Nyai Gede Tondo (ibu) Berdasarkan Serat Walisana diketahui nama asli Sunan Ngudung adalah Syekh Sabil. Sedangkan, Serat Panengen menjelaskan dengan detail b...

Kerajaan Panjalu (1019-1222)

 
Kerajaan Panjalu
( Pu - Chia - Lung )
( 1019 - 1222 )

 Peta wilayah ketika Panjalu dan Janggala dibelah
Ibukota1. Watan Mas (1019-1032)
2. Kahuripan (1032-1042)
3. Daha (1042-1222)
BahasaJawa Kuno
AgamaHindhu, Buddha, Animisme
Bentuk PemerintahanKerajaan
Peristiwa Penting- 1019 M, Airlangga mendirikan kerajaan Panjalu.

- 1042 M, Kerajaan Panjalu di bagi menjadi dua, yaitu : Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Janggala.

- 1135 M, Janggala bergabung kembali ke dalam kerajaan Panjalu (Sesuai isi Prasasti Ngantang).

- 1222 M, pertempuran dengan Ken Arok didekat desa Ganter.
Mata UangEmas dan Perak
Di Dahului OlehDi Gantikan Oleh
Kerajaan MedangKerajaan Tumapel
 
Sejarah Berdirinya Kerajaan Panjalu

     Ketika pesta pernikahan Airlangga dengan Dewi Laksmi Anggraeni sedang berlangsung, tiba-tiba kota Watan diserang oleh Raja Wurawari dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora), yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. 

     Kejadian tersebut tercatat dalam prasasti Pucangan (Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi pada tahun 1016 M.

     Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh beserta istri dan para bangsawan ikut tewas. Sedangkan, Airlangga berhasil melarikan diri ke hutan Wanagiri bersama pembantunya yang bernama Narottama. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.

     Setelah 3 tahun mengembara di hutan. Akhirnya, Airlangga dinobatkan menjadi raja pada tahun 1019 M, dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa

     Pada waktu itu ibukota Medang sudah hancur, sehingga Airlangga membangun ibukota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.

     Selain itu, Airlangga juga melantik Narottama sebagai rakryan kanuruhan. Dengan gelar lengkap Rakryan Kanuruhan Mpu Dharmamurti Narottama Danasura.

Raja - Raja Kerajaan Panjalu :

1. Airlangga ( 1019 - 1042 )

     Pada awalnya, luas wilayah kerajaan Panjalu hanya meliputi daerah Pasuruan dan Sidoarjo saja. Namun, Semenjak Kerajaan Sriwijaya dikalahkan oleh Rajendra Coladewa dari Kerajaan Cola pada tahun 1025 M.

       Prabu Airlangga mulai memperluas daerah kekuasaannya. Berikut adalah daftar raja-raja yang berhasil ditaklukkan oleh Airlangga, antara lain :

1. Raja Hasin (dari?), Ditaklukkan pada tahun[rujukan?],

2. Raja Wisnuprabhawa dari Wuratan, Ditaklukkan pada tahun 1029 M.

3. Raja Wijayawarma dari Wengker, Ditaklukkan pada tahun 1030 M.

4. Raja Adhamapanuda dari Lewa, Ditaklukkan pada tahun 1030 M.

5. Pada tahun 1031 M, Putra Adhamapanuda mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Bahkan, Ibukota Lewa pun berhasil dihancurkan.

6. Pada tahun 1032 M, seorang ratu dari daerah Tulungagung berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas berhasil dihancurkan olehnya. Sehingga Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun ibu kota baru di Kahuripan. Ratu tersebut pada akhirnya dapat dikalahkan. 

7. Pada tahun 1035 M, Airlangga didampingi oleh Rakryan Kanuruhan Mpu Narottama dengan Rakryan Kuningan Mpu Niti berhasil menaklukkan Raja Wurawari dari Lwaram.

8. Terakhir pada tahun 1035 M, Airlangga menumpas pemberontakan Raja Wijayawarma dari Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota, namun pada akhirnya mati dibunuh oleh rakyatnya sendiri.

Masa-masa Pembangunan

       Semenjak Ibukota kerajaan dipindah ke Kahuripan. Kekuasaan Panjalu sudah mencapai wilayah Pasuruan hingga Madiun di barat. Bahkan, sudah memiliki pelabuhan utama, yakni Surabaya dan Tuban, yang menjadi pusat perdagangan penting pada masa itu. 

     Setelah keadaan aman, Airlangga mulai melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang pernah dicatat dalam prasasti peninggalannya, antara lain :

* Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036 M.

* Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 M, untuk mencegah banjir musiman.

* Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.

* Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.

* Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041 M.

* Memindahkan ibukota dari Kahuripan ke Daha tahun 1042 M.

     Selain itu, Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Hal itu dapat dibuktikan pada tahun 1035 M, Beliau memerintahkan Mpu Kanwa untuk menuliskan Kitab Arjunawiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.

Pembagian Kerajaan

     Pada tahun 1042 M, Airlangga memutuskan untuk menyerahkan tahta Panjalu kepada Sanggramawijaya Tunggadewi. Namun, sang Putri menolak dengan alasan ingin menjadi seorang pertapa.

     Sementara itu, Airlangga juga memiliki dua Putra yang dapat meneruskan tahtanya. Namun, keduanya tidak pernah akur sejak kecil. Bahkan, sampai dewasa pun mereka saling bersaing untuk menjadi raja.

     Atas dasar itulah, Airlangga mengutus Mpu Bharada ke kerajaan Bantan. Di sana, Mpu Bharada mengajukan niat sang prabu untuk menempatkan salah satu putranya menjadi raja di kerajaan Bantan. Namun, niat tersebut ditolak oleh Mpu Kuturan seorang Perdana Menteri kerajaan Bantan.

     Menurut Mpu Kuturan, hanya adik-adik Airlangga lah yang dapat mewarisi tahta Bantan. Sedangkan, Putra Airlangga hanya berhak mewarisi tahta kerajaan Panjalu. Karena yang memiliki hak atas tahta Bantan adalah Airlangga bukan Putra-putranya.

     Karena permohonannya di tolak, Airlangga pun terpaksa membelah kerajaan Panjalu menjadi dua. Kemudian, Beliau memerintahkan Mpu Bharada untuk menetapkan batas wilayah kerajaan yang baru.

     Batas antara kedua Kerajaan, terbentang dari Gunung Kawi sampai dengan aliran sungai Poro (Porong). Peristiwa pembelahan kerajaan Panjalu tertulis dalam Kitab Negarakertagama. 

       Setelah selesai menetapkan batas-batas wilayah kerajaan. Prabu Airlangga membangun Candi Belahan sebagai tanda telah dibelahnya Kerajaan Panjalu. Kedua wilayah hasil pembelahan, yaitu :

1. Wilayah Panjalu bagian barat, tetap disebut Kerajaan Panjalu dengan Ibukota Daha dan dipimpin oleh Sri Samarawijaya.

2. Wilayah Panjalu bagian timur, disebut Kerajaan Janggala dengan Ibukota Kahuripan dan dipimpin oleh Mapanji Garasakan.

2. Sri Samarawijaya ( 1042 - 1049 )

     Bergelar Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa.

3. Indrakara dan Indra Paladewa ( 1049 - 1051 )

     Bergelar Śrī Mahāraja Indrakara Wuryyawīryya Parakramā Bhakta dan Śrī Mahāraja Indra Paladewa.

     Raja Indra pernah memberikan anugerah sīma gaňjaran kepada penduduk desa Mātaji dengan perantaraan Sang Hadyan dan disaksikan oleh para Tandha Rakryan riŋ Pakirakiran.

     Anugerah ini diberikan kepada penduduk desa Mātaji karena mereka selalu menolong raja mengusir dan menumpas musuh musuhnya hingga habis. (Prasasti Mataji, 1051 M)

4. Jayawisesa ( 1051 - .... )

        Bergelar Sri Maharaja Jayawisesa Digjayasastraprabhu. 

       Kemungkinan, raja inilah yang berhasil mengalahkan Mapanji Garasakan dari Kerajaan Jenggala, dan berhasil menguasai kota Kahuripan pada tahun 1052 M.

5. Jayabhuwana ( .... - 1104 )

     Bergelar Sri Maharaja Jayabhuwana Keshananantawikramottunggadewa.

6. Jayawarsa ( 1104 - 1116 )

     Bergelar Sri Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Peninggalan sejarahnya yang telah ditemukan adalah prasasti Sirah Keting (1104 M).

     Pada masa pemerintahannya, Jayawarsa pernah menetapkan desa Marjaya dan desa Panumbangan sebagai daerah bebas pajak. Setelah wafat, Beliau dimakamkan di Gajapada. (Prasasti Panumbangan, 2 Agustus 1120).

7. Bameswara ( 1116 - 1133 )

     Bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Sakalabhuwana Sarwwaniwaryya Wiryya Parakrama Digjayattunggadewa. Pada masa pemerintahannya, Beliau pernah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain :

- Menetapkan desa Padlegan sebagai daerah bebas pajak, karena kesetiaan penduduknya dalam membantu perjuangan raja. (Pandlegan I, 11 Januari 1117)

- Menerima permohonan penduduk desa Panumbangan, untuk membuatkan Prasasti Panumbangan, pada tanggal 2 Agustus 1120 M.

- Mengeluarkan Prasasti Geneng (1128 M), Prasasti Candi Tuban (1130 M), dan Prasasti Tangkilan (1130 M).

8. Jayabaya ( 1133 - 1157 )

     Bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

     Pada masa pemerintahannya, Beliau pernah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain :

- Menaklukkan kerajaan Janggala dan memberikan anugerah kepada penduduk desa Ngantang. Hal tersebut, tertulis dalam prasasti Ngantang 1135 M. Dengan semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Panjalu menang.

- Merubah Lencana kerajaan dari Narasingha, menjadi Garuda Mukha. (Prasasti Talan, 1136 M)

- Memperluas wilayahnya hingga ke pantai Kalimantan. Bahkan, Ternate pun menjadi kerajaan bawahan Panjalu. Waktu itu Panjalu memiliki armada laut yang cukup tangguh.

- Memerintahkan Empu Sedah untuk menerjemahkan Kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa. Kemudian, penulisannya diselesaikan oleh Empu Panuluh pada tahun 1157 M. Selain itu, Empu Panuluh juga menulis Kitab Gatotkacasraya dan Hariwangsa.

9. Sarweswara ( 1157 - 1161 )

     Bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.

     Peninggalan sejarahnya adalah prasasti Padelegan II, 23 September 1159 M. Sedangkan yang paling muda adalah prasasti Kahyunan, 23 Februari 1161 M.

     Dari prasasti-prasasti tersebut diketahui nama pejabat rakryan mahamantri saat itu ialah Mahamantri Halu Panji Ragadaha dan Mahamantri Sirikan Panji Isnanendra.

     Raja Sri Sarweswara dikenal taat beragama dan berbudaya serta memegang teguh prinsip tat wam asi yang memiliki arti dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau.

10. Aryeswara ( 1161 - 1171 )

     Bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 maret 1171 M. Lambang kerajaan Panjalu saat itu adalah Ganesha.

11. Sri Gandra ( 1171 - 1181 )

     Bergelar Sri Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra.

     Pada masa pemerintahannya, Sri Gandra Mengabulkan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut) tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud. (Prasasti Jaring, 19 November 1181 M)

     Dalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya, dipakai sebagai nama depan para pejabat Panjalu. Misalnya, Menjangan Puguh, Kebo Salawah, Lembu Agra, Gajah Kuning serta Macan Putih.

     Dari nama-nama tersebut, diperkirakan kerajaan Panjalu telah memiliki armada laut yang sangat kuat.

12. Kameswara ( 1181 - 1190 )

     Bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Anindhita Digjaya Uttunggadewa. Peninggalan sejarahnya antara lain (Prasasti Semanding, 17 Juni 1182 M), dan (Prasasti Ceker, 11 September 1185 M). Pada masa pemerintahannya, banyak menghasilkan karya sastra antara lain :

- Kitab Wertasancaya, yang berisi tentang petunjuk cara membuat syair yang baik oleh Empu Tan Akung.

- Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang kemudian digubah oleh Empu Dharmaja yang berisi pujian kepada raja yang dianggap titisan dari Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa ibukota kerajaannya berada di Dahana.

- Kitab Lubdaka, yang ditulis Empu Tan Akung. Kitab ini berisi pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia kemudian ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.

13. Kertajaya ( 1190 - 1222 )

     Bergelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa. Pada masa pemerintahannya, muncul beberapa karya sastra, antara lain :

- Kitab Kresnayana, yang ditulis oleh Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, namun dikasihi banyak orang karena suka menolong dan juga sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.

- Kitab Sumanasantaka, yang ditulis oleh Empu Monaguna yang mengisahkan tentang Bidadari Harini yang mendapat kutukan dari Begawan Trenawindu.

     Dalam Kitab Nagarakretagama dan Pararaton, disebutkan nama lain Kertajaya adalah Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah para pendeta Hindu dan Buddha.

     Tentu saja keinginan itu ditolak, meskipun Dandhang Gendis membuktikan kesaktiannya dengan cara duduk di atas sebatang tombak yang berdiri.

     Para pendeta memilih berlindung pada Ken Arok, Kesempatan emas ini digunakan oleh Ken Arok untuk melakukan pemberontakan dan melepaskan diri dari Panjalu.

     Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh Bhatara Guru. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru dan bergerak memimpin pasukan menyerang Panjalu.

     Perang antara Tumapel dan Panjalu terjadi di dekat desa Ganter tahun 1222 M. Dalam perang tersebut, Adik prabu Dandhang Gendis yang bernama Mahisa Walungan dan seorang menterinya Gubar Baleman gugur di medan perang.

       Melihat Panglima Panjalu gugur dan pasukannya tercerai-berai, prabu Dandhang Gendis pun mundur dari medan perang bersama para pengawalnya untuk melarikan diri.

       Begitu pula dengan adik Dandhang Gendis yang bernama Dewi Amisani, Dewi Hasin, dan Dewi Paja juga melarikan diri beserta seluruh keluarga istana.

     Dalam peristiwa itu, Kertajaya mengalami kekalahan dari Ken Arok. Sejak itulah, riwayat kerajaan Panjalu berakhir.

Kondisi Politik Kerajaan Panjalu

     Menurut Kitab Ling Wai Tai Ta (1178) dan Kronik Chu Fan Chi (1220), disebutkan bahwa Kerajaan Panjalu merupakan negara yang stabil dan tidak pernah terjadi konflik saudara dalam pergantian tahta.

     Raja dibantu oleh empat pejabat kerajaan yang disebut rakryan, 300 pejabat sipil untuk mengurusi administrasi serta 1.000 pegawai rendahan. Raja Panjalu digambarkan berpakaian sutera, menggunakan sepatu kulit, perhiasan emas, dengan rambut yang disanggul keatas. Raja menggunakan gajah untuk bepergian atau kereta yang dikawal 500 hingga 700 prajurit.

Kondisi Sosial Kerajaan Panjalu

     Pada umumnya rakyat Panjalu memiliki tempat tinggal yang baik, bersih, dan rapi.

     Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda (berupa emas) dan hukuman mati (khususnya bagi pencuri dan perampok).

Kondisi Ekonomi Kerajaan Panjalu

     Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan. Hasil bumi berupa Emas, Perak, Gading dan Kayu Cendana. Pajak rakyat diambil dari hasil beras dan palawija.

Wilayah Panjalu :

       Di dalam catatan Kronik Chu Fan Chi, disebutkan Daftar daerah yang menjadi Bawahan Panjalu, yakni : 
1. Pai-hua-yuan (Pacitan), 
2. Ma-tung (Medang), 
3. Ta-pen (Tumapel), 
4. Hi-ning (Dieng), 
5. Jung-ya-lu (Hujung Galuh), 
6. Tung-ki (Jenggi), 
7. Ta-kang (Sumba), 
8. Huang-ma-chu (Papua), 
9. Ma-li (Bali), 
10. Kulun (Gurun), 
11. Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura), 
12. Ti-wu (Timor), 
13. Pingya-i (Banggai), 
14. Wu-nu-ku (Maluku).

       Sedangkan, di dalam Naskah Pustaka Rajya - Rajya I Bhumi Nusantara, dijelaskan secara lengkap Daftar bawahan kerajaan Panjalu, yaitu : 
1. Tumapel (Malang), 
2. Medang (Magelang), 
3. Hujung Galuh (Surabaya), 
4. Jenggi (Papua Barat), 
5. daerah Jawa Tengah (Dieng), 
6. Gurun, 
7. Badahulu (Kerajaan di Pulau Bali), 
8. Lwah Ghajah (Kerajaan di sekitar sungai Gajah), 
9. Sukun (Taliwang),
10. Domposapi (Kabupaten Dompu), 
11. Sanghyang Api, 
12. Bhima (Kota Bima), 
13. Seran (Kabupaten Sumbawa Barat), 
14. Hu-tan, 
15. Lombok (Kabupaten Lombok Barat), 
16. Mirah (Kabupaten Lombok Tengah), 
17. Saksakani (Kabupaten Lombok Timur), 
18. Bantayan (Kabupaten Bantaeng), 
19. Luwuk (Kabupaten Luwu), 
20. Butun (Buton), 
21. Banggawi (Banggai), 
22. Kunir, 
23. Ghaliyao, 
24. Salaya (Selayar), 
25. Sumba (Sumba), 
26. Solot (Solor, Kerajaan di Pulau Flores), 
27. Muar (Kota Muar, di Johor), 
28. Wandan (Kep. Banda), 
29. Ambwan (Ambon), 
30. Maloko (Maluku), 
31. Timur (Kerajaan di Pulau Timor), 
32. Tanjungnagara (Kabupaten Kapuas), 
33. Kantingan (Kabupaten Katingan), 
34. Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur), 
35. Kutalingga (Kerajaan Negara Dipa), 
36. Kutawaringin (Kabupaten Kotawaringin Barat), 
37. Sambas (Kabupaten Sambas), 
38. Laway (Kerajaan di sekitar sungai Kapuas), 
39. Kandangan (Kabupaten Landak), 
40. Samadang (Semandang, wilayah Kerajaan Tanjungpura), 
41. Tirem (Kota Tarakan), 
42. Sedu (Serawak), 
43. Buruneng (Brunei), 
44. Kalka (Kerajaan di sekitar sungai Kaluka atau Krian di selatan Sarawak), 
45. Saludung (Kingdom of Maynila, sekarang Kota Manila, Filipina), 
46. Solot (Kerajaan masyarakat suku Buranun, penduduk asli yang mendiami pegunungan di Kepulauan Sulu cikal bakal suku Suluk/Kesultanan Sulu), 
47. Pasir (Kabupaten Paser), 
48. Baritwa di Sawaku (Kabupaten Barito Utara), 
49. Tabalung (Kabupaten Tabalong), 
50. Tanjungpura (Kabupaten Ketapang).

Catatan Penting :

       Susunan Sejarah di atas merupakan data sementara, yang diperoleh dari sumber yang terdapat dibawah ini...

       Apabila hendak menyalin atau mengutip sebagian artikel Ini, Harap disertakan Link dari artikel Ini beserta bukti dan referensinya.

       Cek berkala, untuk mengetahui update terbaru tentang artikel Ini. Karena dapat berubah seiring ditemukannya Prasasti baru di Kemudian hari dan menunggu hasil Transkripsi beserta terjemahannya.

Bukti - Bukti Peninggalan :

- Prasasti Mataji (1051 M),
- Prasasti Sirah Keting (1104 M),
- Prasasti Panumbangan (1120 M),
- Prasasti Pandelegan I (1117 M),
- Prasasti Geneng (1128 M), 
- Prasasti Candi Tuban (1130 M),
- Prasasti Tangkilan (1130 M),
- Prasasti Ngantang (1135 M),
- Prasasti Talan (1136 M),
- Prasasti Pandelegan II (1159 M),
- Prasasti Kahyunan (1161 M),
- Prasasti Angin (1171 M),
- Prasasti Jaring (1181 M),
- Prasasti Semanding (1182 M),
- Prasasti Ceker (1185 M),
- Kitab Bharatayuda,
- Kitab Gatotkacasraya,
- Kitab Hariwangsa,
- Kitab Wertasancaya,
- Kitab Smaradhahana,
- Kitab Lubdaka,
- Kitab Kresnayana,
- Kitab Sumanasantaka.

Data Luar Negeri :

- Kitab Ling Wai Tai Ta (1178) Karya Chou Ku Fei.
- Kronik Chu Fan Chi (1220) Karya Chou Ju Kua.

Referensi :

- Mpu Prapanca, Kitab Negarakertagama,
- Pangeran Wangsakerta, Naskah Pustaka Rajya - Rajya I Bhumi Nusantara.

Sumber Link :

- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Airlangga
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kadiri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerajaan Keling

Kerajaan Keling ( Ho - Ling ) ( 594 - 789 ) Peta perkiraan wilayah kekuasaan Kerajaan Keling Ibukota - Keling - Kalingga - Pragawati dan Warugasik - Kanjuruhan Bahasa Kawi, Melayu Kuno, dan Sanskerta Agama Islam, Hindu, Buddha, Animisme Bentuk Pemerintahan Kerajaan Raja-raja Keling - 594 - 605, Wasumurti - 605  -  632 ,  Wasugeni - 632 - 652, Wasudewa - 632 - 648, Kirathasingha - 648 - 674, Kartikeyasingha - 674 - 695, Ratu Shima - 695 - 709, Ratu Parwati   - 695 - 742, Radiyah Narayana - 742 - 760, Dewasingha - 760 - 789, Gajayana Peristiwa Penting - 594, Pendirian Keling oleh Prabu Wasumurti. - 632, terjadi dualisme pemerintahan, Wasudewa di Istana Keling dan Kirathasingha di Istana Kalingga. - 695, kembali terjadi dualisme pemerintahan, Ratu Parwati di Istana Pragawati dan Radiyah Narayana di Istana Warugasik. - 739, Perundingan Galuh II, menyepakati bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi 4 Kekuasaan yaitu : Sunda, Galuh, Medang, dan Keling. - 760, Pemindah...

Kerajaan Taruma (358-669)

Kerajaan Taruma ( To - Lo - Mo ) ( 358 - 669 ) Peta Wilayah Kerajaan Taruma Ibukota - Jayasinghapura (358 - 395) - Sundapura (395 - 669) Bahasa Sunda Kuno, Sanskerta Agama Hindhu, Buddha, Sunda Wiwitan Bentuk Pemerintahan Kerajaan Raja-raja Taruma -  358 - 382 ,  Jayasingawarman -  382 - 395,  Dharmayawarman -  395 - 434 ,  Purnawarman -  434 - 455 ,  Wisnuwarman -  455 - 515 ,  Indrawarman -  515 - 535 ,  Candrawarman -  535 - 561 ,  Suryawarman -  561 - 628 ,  Kertawarman -  628 - 639 ,  Sudhawarman -  639-640 ,  Hariwangsawarman -  640 - 666 ,  Nagajayawarman -  666 - 669 ,  Linggawarman Peristiwa Penting - 358 M, Didirikan oleh prabu Jayasinghawarman - 395 M, Ibukota kerajaan di pindahkan ke Sundapura oleh prabu Purnawarman. - 436 M,...

Sunan Mertayasa

Syekh Khalifah Husein   atau   Sunan Mertayasa   Merupakan Ulama penyebar agama Islam di   Madura   dan sekitarnya. Beliau adalah putra dari   Maulana Ishaq   dengan Siti Zainab binti   Syekh Jumadil Qubro . As-Syekh Syarif Khalifah Husein Gelar Sunan Mertayasa Nasab bin Maulana Ishaq Nisbah Al Qadiri Lahir Khalifah Husein Dimakamkan di Martajasah, Bangkalan, Bangkalan Kebangsaan Majapahit Firkah Sunni Murid dari Maulana Ishaq ,  Sunan Ampel   Dan Guru-guru lainnya sembunyi Mempengaruhi Sunan Ngudung ,  Dan Murid-murid Lainnya Istri -  Nyai Gede Tondo -  Nyai Ageng Manyuro  binti  Sunan Ampel Keturunan Syarif Sabil Kholifah Suhuroh Orang tua Maulana Ishaq  (ayah)  Sayyidah Zainab  (Ibu) Menurut Serat Walisana Khalifah Husein adalah ayah dari Syekh Sabil. Sedangkan, Serat Panengen menjelaskan secara detail bahwa Khalifah Husein menikah dengan Nyi Ageng Manyuro. NYI Ageng Manyuro menikah 2 kali, pert...