Kota Kahuripan ( 1032 - 1478 ) | |
---|---|
Ibukota | Kahuripan |
Bahasa | Kawi |
Agama | Islam, Hindu, Buddha, Animisme |
Bentuk Pemerintahan | Kota |
Peristiwa Penting | - 1032 M, Menjadi Ibukota Panjalu. - 1042 M, Menjadi Ibukota Janggala. |
Mata Uang | Masa dan Tahil (koin emas dan perak lokal) |
Di Dahului Oleh | Di Gantikan Oleh |
Belum Diketahui | Kadipaten Terung |
Kahuripan (Hanacaraka:ꦑꦲꦸꦫꦶꦥꦤ꧀) merupakan kota kuno yang pernah menjadi ibukota kerajaan Panjalu dan Kerajaan Janggala. Kahuripan sekarang merupakan bagian dari Kabupaten Sidoarjo.[1]
Berdirinya Kota Kahuripan
Pada tahun 1019, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri.
Baru setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India tahun 1023. Airlangga merasa leluasa membangun kembali kejayaan Wangsa Isyana.
Peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditaklukkannya.
Namun, pada tahun 1032 Airlangga kehilangan kota Watan Mas karena diserang oleh Ratu yang kuat bagaikan raksasa. Ratu tersebut adalah Dyah Tulodong ratu dari Kerajaan Lodoyong (sekarang wilayah Tulungagung, Jawa Timur).
Dyah Tulodong digambarkan sebagai ratu yang memiliki kekuatan luar biasa. Bahkan di beberapa riwayat, diceritakan pasukan khusus yang dibawa Dyah merupakan prajurit-prajurit wanita pilihan.
Pasukan ini berhasil memukul mundur pasukan Airlangga dari pusat kerajaan Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan hingga ke Patakan (Sambeng, Lamongan, Jawa Timur). Peristiwa ini terjadi pada tahun 1031.
Tetapi satu tahun kemudian Dyah Tulodong berhasil dikalahkan Airlangga lewat pertempuran sengit di penghujung tahun 1032. Dari utara, pasukan Airlangga bergerak ke selatan menuju Lodoyong.
Musuh wanita dapat dikalahkan, bahkan kemudian Raja Wurawari pun dapat dihancurkan pula. Saat itu wilayah kerajaan mencakup hampir seluruh Jawa Timur.[2]
Airlangga kemudian membangun ibu kota baru bernama Kahuripan di daerah Sidoarjo sekarang.
Menjadi Ibukota Panjalu
Semenjak Ibukota kerajaan dipindah ke Kahuripan. Kekuasaan Panjalu sudah mencapai wilayah Pasuruan hingga Madiun di barat. Bahkan, sudah memiliki pelabuhan utama, yakni Surabaya dan Tuban, yang menjadi pusat perdagangan penting pada masa itu.
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang pernah dicatat dalam prasasti peninggalannya, antara lain :
* Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036 M.
* Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 M, untuk mencegah banjir musiman. (Prasasti Kamalagyan)
* Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
* Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
* Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041 M. (Prasasti Pucangan / Cane)
* Memindahkan ibukota dari Kahuripan ke Daha tahun 1042 M. Berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat Calon Arang.
Menjadi Ibukota Janggala
Daftar Raja yang diketahui memerintah Janggala, antara lain :
- Mapanji Garasakan, berdasarkan prasasti Turun Hyang II (1044), prasasti Kambang Putih, dan prasasti Malenga (1052).
- Alanjung Ahyes, berdasarkan prasasti Banjaran (1052).
- Samarotsaha, berdasarkan prasasti Sumengka (1059).
Vassal Tumapel
Berdasarkan Prasasti Mula Malurung (1255 M) Tertulis pada lempeng VI-B : “sira śrī harṣawijaya, parṇnaḥ pahulunan dai nira narārrya sminingrāt, inandĕlakĕn munggweng ratnakanaka singhāsana, ngkāneng bhūmi janggala".
Dalam tradisi Jawa Kuno, istilah “pahulunan” biasa digunakan untuk menyebut keponakan yang lahir dari saudara muda, sedangkan “kapwanakan” biasanya untuk menyebut keponakan yang lahir dari saudara tua.
Śrī Harṣawijaya adalah anak dari saudara muda Narāryya Sminingrāt yang menjadi raja bawahan di Bhūmi Janggala. Adapun yang dimaksud dengan negara di Bhūmi Janggala tidak lain adalah Kahuripan atau Jiwana, yang saat itu telah menjadi negeri bawahan Tumapel.[3]
Vassal Majapahit
Kahuripan menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar Bhre Kahuripan.
Bhre Kahuripan yang pernah menjabat ialah :
- Tribhuwana 1309-1328, 1350-1375 Pararaton.27:18,19; 29:32 Nagarakertagama.2:2
- Hayam Wuruk 1334-1350 Prasasti Tribhuwana
- Wikramawardhana 1375-1389 Suma Oriental(?)
- Surawardhani 1389-1400 Pararaton.29:23,26; 30:37
- Ratnapangkaja 1400-1446 Pararaton .30:5,6; 31:35
- Rajasawardhana 1447-1451 Pararaton.32:11; Prasasti Waringin Pitu
- Samarawijaya 1451-1478 Pararaton .32:23
Kutipan
- ^ "Sejarah Kerajaan Kahuripan, Lokasi, & Peninggalan Raja Airlangga". tirto.id. Diakses tanggal 26 Juli 2021.
- ^ "Menggali Isi Prasasti Airlangga di Museum India". historia.id. Diakses tanggal 18 Desember 2021.
- ^ "PRASASTI MŪLA-MALURUNG DAN DAFTAR PARA TOKOH YANG TERTULIS PADA PRASASTI MŪLA-MALURUNG". sejarahjawaid.wordpress.com. Diakses tanggal 17 Desember 2021.
Referensi
- Mulyana, Slamet (2006). Tafsir sejarah nagarakretagama (dalam bahasa Indonesia). PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 17. ISBN 978-979-2552-546.
- Mulyana, Slamet (2006). Tafsir sejarah nagarakretagama (dalam bahasa Indonesia). PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 17. ISBN 978-979-2552-546.
Komentar
Posting Komentar