Sunan Ngudung (lahir: ? - wafat: 1524 ) adalah Imam Masjid Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggana . Naskah-naskah babad mengisahkan ia gugur dalam perang melawan Kerajaan Majapahit . As-Syekh Syarif Sabil Gelar Sunan Ngudung Nasab bin Khalifah Husein Nisbah Al - Qadiri Meninggal 1524 M Kesultanan Demak Dimakamkan di Bintoro, Demak, Demak Kebangsaan Kesultanan Demak Jabatan ~ Imam Masjid Demak (1521 - 1524) ~ Panglima Perang Demak Firkah Sunni Murid dari Khalifah Husein , Guru-gurunya sembunyi Mempengaruhi Sunan Kudus , Sunan Muria , Dan Murid-murid Lainnya Istri Nyai Ageng Manyuran Keturunan sembunyi Pernikahan dengan Nyai Ageng Manyuran : - Sunan Kudus - Dewi Sujinah (Istri Sunan Muria ) Orang tua Khalifah Husein (ayah) Nyai Gede Tondo (ibu) Berdasarkan Serat Walisana diketahui nama asli Sunan Ngudung adalah Syekh Sabil. Sedangkan, Serat Panengen menjelaskan dengan detail b...
Kerajaan Sunda ( Sin - To ) ( 669 - 1579 ) |
|
---|---|
Peta Wilayah Kerajaan Sunda dan Galuh
|
|
Ibukota | - Sundapura (sekarang Bekasi) - Pakuan (sekarang Bogor) - Saunggalah ( 1175 - 1303 ) - Kawali ( 1311 - 1482 ) - Pakuan ( 1482 - 1567 ) - Pandeglang (1567 - 1579) |
Bahasa | Sunda Kuno, Jawa Kuno, dan Melayu Kuno |
Agama | Hindhu, Buddha, Sunda Wiwitan, Islam |
Bentuk Pemerintahan | Kerajaan |
Raja-raja Sunda | - 669 - 723, Tarusbawa - 723 - 732, Sanjaya - 732 - 739, Tamperan - 739 - 766, Banga - 766 - 783, Rakeyan Medang - 783 - 795, Gilingwesi - 795 - 891, Rakeyan Wuwus - 891 - 895, Darmaraksa - 895 - 913, Dewageng - 913 - 916, Pucukwesi - 916 - 942, Wanayasa - 942 - 954, Resi Atmayadarma Hariwangsa - 954 - 964, Limbur Kancana - 964 - 973, Munding Ganawirya - 973 - 989, Jayagiri - 989 - 1012, Brajawisesa - 1012 - 1019, Dewa Sanghyang - 1019 - 1030, Sanghyang Ageng - 1030 - 1042, Jayabhupati - 1042 - 1065, Darmaraja - 1065 - 1155, Langlangbumi - 1155 - 1157, Ménakluhur - 1157 - 1175, Darmakusuma - 1175 - 1297, Darmasiksa - 1297 - 1303, Ragasuci - 1303 - 1311, Citraganda - 1311 - 1333, Linggadéwata - 1333 - 1340, Linggawisésa - 1340 - 1357, Linggabuana - 1357 - 1371, Bunisora - 1371 - 1475, Niskala Wastu Kancana - 1475 - 1482, Susuktunggal - 1475 - 1482, Dewa Niskala - 1482 - 1521, Sri Baduga Maharaja - 1521 - 1535, Surawisesa - 1535 - 1543, Ratu Dewata - 1543 - 1551, Ratu Sakti - 1551 - 1567, Ratu Nilakendra - 1567 - 1579, Raga Mulya |
Peristiwa Penting | - 669 M, Berganti nama kerajaan dari Taruma menjadi Sunda - 670 M, Wilayah Galuh melepaskan diri dari kekuasaan Sunda. - 732 M, Perundingan Galuh I. - 739 M, Perundingan Galuh II. - 1030 M, Berhasil merdeka dari Invasi Kerajaan Chola. - 1482 M, Kesultanan Cirebon melepaskan diri dari Sunda. (Naskah Pustaka Caruban Nagari) - 1522 M, Perjanjian Sunda dan Portugal. - 1527 M, Lepasnya Sunda Kelapa dan Banten akibat Invasi Kesultanan Demak dan Cirebon. - 1579 M, Di Invasi oleh Kesultanan Banten. |
Mata Uang | Emas dan Perak |
Di Dahului Oleh | Di Gantikan Oleh |
Kerajaan Taruma | Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten |
Sejarah Berdirinya Kerajaan Sunda
Berdasarkan Pustaka Nagara Kretabhumi Sarga I, dikisahkan Setelah prabu Linggawarman wafat, menantunya yang bernama Tarusbawa dinobatkan sebagai raja baru, Sekaligus mengganti nama kerajaan Taruma menjadi kerajaan Sunda. Pelantikannya berlangsung pada tanggal 18 Mei 669 M.
Setahun kemudian, raja Galuh di bawah pemerintahan Wretikandayun mengirimkan utusan ke istana Taruma, dengan membawa sebuah pesan. Isi pesan tersebut demikian :
“Sejak saat ini, saya beserta sejumlah kerajaan yang ada di sebelah timur sungai Taruma tidak lagi (berada) di bawah Taruma. (Kami) tak merasa menganggap ratu kepadamu, semata-mata hanya bersaudara dari satu leluhur (dengan)ku, ini (bukan berarti) memutuskan (hubungan. Tetapi, akan) lebih baik (bila) kita memperkuat persahabatan (?).
Dengan demikian, daerah-daerah yang masuk sebelah barat sungai Taruma adalah daerah kekuasaanmu. Sedangkan, daerah-daerah yang masuk sebelah timur sungai Taruma adalah daerah kekuasaanku. Dan saya tak lagi memberi upeti kepadamu.
Terus, janganlah bala tentaramu diperintah menyerang Ghaluh Pakwan yang demikian itu tak akan berhasil, (sebab) kerajaan Ghaluh memiliki angkatan perang yang besar, sekitar tiga kali lipat jumlahnya (dari) bala tentaramu.
Serta, banyak (juga) kerajaan di tengah-tengah pulau Jawa dan Jawa timur (yang) melindungiku. (kini) engkau telah mengetahui semuanya. Kita menjalin persaudaraan, sama-sama mengharapkan negaranya makmur sejahtera, dijauhkan (dari segala) marabahaya.
Tuhan yang berkuasa di atas segala kuasa karena (itulah) menganugerahkan kepada siapa yang melakukan tindak tanduk perbuatan, dan dengan tak ada kedengkian di hati kepada sesama manusia (?).
Saya tahu, engkau orang yang luhur, mendahulukan pada tujuan yang baik ini. Walaupun tak ada kemarahan, meskipun demikian aku meminta maaf, tamat.”
Demikianlah pesan yang disampaikan Raja Galuh dalam suratnya.
Beberapa hari kemudian, keinginan raja Galuh tersebut direstui oleh raja Sunda. Dengan membagi wilayah Sunda menjadi dua, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.
Raja - Raja Sunda
1. Tarusbawa (669 - 723)
Bergelar Sri Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manumanggalajaya Sundasembawa. Pernikahan Tarusbawa dengan Dewi Minawati dikaruniai seorang putra bernama Rakeyan Sunda Sembawa.
Namun, Pangeran tersebut meninggal di usia muda, Dengan meninggalkan seorang istri dan juga putri bernama Dewi Sekar Kencana.
Untuk itulah, Tarusbawa menikahkan Dewi Sekar Kencana dengan Sanjaya. Dengan tujuan agar Sanjaya dapat meneruskan pemerintahannya, sebagai pewaris sah kerajaan Sunda.
Setelah berhasil merubah nama kerajaan Taruma menjadi Sunda. Prabu Tarusbawa juga memindahkan ibukota kerajaan dari Sundapura (Bekasi) ke Pakuan (Bogor).
Di Pakuan, Prabu Tarusbawa mendirikan lima buah keraton. Bangunannya memiliki besar yang sama dan juga posisinya sejajar. Sehingga Keraton tersebut dikenal dengan nama Keraton Pakuan Pajajaran.
Keraton itu masing-masing diberi nama : Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Naskah Carita Parahiyangan menyebutkan ¬Sri Kadatwan Bima-Punta-Narayana-Madura-Suradipati.
2. Sanjaya (723 - 732)
Bergelar Sri Maharaja Harisdarma Bimaparakrama Prabu Maheswara Sarwwajitasatru Yudanipurnnajaya.
Sanjaya adalah putra Prabu Sanna dari Galuh dan Dewi Sannaha dari Keling. Permaisurinya bernama Dewi Sekar Kencana bergelar Dewi Tejakencana Hayupurnawangi.
Dari pernikahannya dengan Dewi Sekar Kencana, Sanjaya dikaruniai seorang putra bernama Tamperan yang lahir pada tahun 702 M.
Pada masa pemerintahannya, Sanjaya berniat untuk menyerang kerajaan Galuh dan merebut kembali tahta dari Purbasora.
Beliau masih teringat peristiwa, ketika ayahnya disingkirkan dari tahta Galuh. Akibat kudeta tersebut, Sanjaya beserta ayahnya harus mengungsi ke kerajaan Keling.
Untuk itulah, Sanjaya meminta bantuan kepada Jantaka. Agar mau membantu dalam upaya penggulingan Purbasora.
Dengan Imbalan, Jika berhasil putra Jantaka yang bernama Balangantrang akan diangkat menjadi raja Galuh.
Akan tetapi, Jantaka menolak dan memilih untuk bersikap netral.
Oleh karena itu, Sanjaya melanjutkan perjalanannya untuk menemui Rabuyut Sawal. Disana Sanjaya mendapatkan ijin untuk mendirikan pangkalan militer di Gunung Sawal.
Dengan prajurit yang terlatih, Sanjaya bersama Patih Anggada memimpin pasukan Sunda menyerang Galuh. Serangan tersebut dilakukan pada malam hari secara mendadak.
Dalam serangan tersebut, Purbasora beserta para abdi setianya gugur. Hanya Balangantrang yang berhasil melarikan diri bersama Wijayakusuma putra Purbasora.
Tidak berhenti sampai disitu, Sanjaya kembali melanjutkan perjalanannya untuk menyerang kerajaan Indraprahasta, karena Indraprahasta juga terlibat membantu Purbasora. Sejak itulah, nama kerajaan Indraprahasta tidak diketahui lagi. Karena telah dihancurkan oleh Sanjaya.
Kekalahan Galuh dan Indraprahasta, justru dimanfaatkan oleh Demunawan, adik Purbasora. Untuk menjadikan kerajaan Kuningan merdeka.
Maka dari itu, Sanjaya menyerang Kuningan.
Namun, pihak Kuningan sudah mendapatkan tambahan kekuatan dengan bergabungnya tiga kerajaan, pimpinan Sang Wulan, Sang Tumanggal dan Sang Pandawa Wiraga di dekat sungai Kuningan. Akhirnya, Pasukan Sanjaya menderita kekalahan cukup parah.
Untuk menghindari konflik yang semakin meluas. Maka, diadakanlah Perundingan pada tahun 723 M.
Dalam Perundingan tersebut, Sanjaya menemui Jatmika di Galunggung dan meminta agar Demunawan mau menjadi raja Galuh.
Tetapi permintaan itu ditolak. Karena Demunawan tidak ingin menjadi raja bawahan Sunda.
Setelah berhasil mencapai kesepakatan bersama. Akhirnya diperoleh keputusan, antara lain :
- Kerajaan Kuningan diakui merdeka, dengan dipimpin oleh Demunawan (Adik Purbasora).
- Kerajaan Galuh menjadi bawahan Sunda, dengan dipimpin oleh Permana Dikusuma (Cucu Purbasora).
Untuk memperkuat hubungan Sunda dengan Galuh. Sanjaya menjodohkan Permana Dikusuma dengan Pangrenyep, putri Patih Anggada. Dilanjutkan, dengan pelantikan Tamperan menjadi Patih Galuh.
Catatan Penting :
Susunan Sejarah di atas merupakan data sementara, yang diperoleh dari sumber yang terdapat dibawah ini...
Apabila hendak menyalin atau mengutip sebagian artikel Ini, Harap disertakan Link dari artikel Ini beserta bukti dan referensinya.
Cek berkala, untuk mengetahui update terbaru tentang artikel Ini. Karena dapat berubah seiring ditemukannya Prasasti baru di Kemudian hari dan menunggu hasil Transkripsi beserta terjemahannya.
Referensi :
- Ali Sastraamidjaya, Data Kala Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Jawa Barat.
- Pangeran Wangsakerta, Naskah Carita Parahiyangan.
- Pangeran Wangsakerta, 1692. Pustaka Nagara Kretabhumi Sarga I.
Sumber Link :
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sri_Maharaja_Tarusbawa
Komentar
Posting Komentar